Kamis, 24 Juni 2010

pemuda dan peritsipasinya dalam semangat memperingati hari kebangkitan nasiional 2010

Memperingati 100 tahun Kebangkitan Nasional Indonesia: peluncuran online buku "I See Indonesia"

350 tahun (konon) Indonesia dijajah Belanda, dan 100 tahun usia Kebangkitan Nasional Indonesia. Apakah secara matematis kita perlu 150 tahun lagi untuk “murni” merdeka dan mengimpaskannya? Bicara Indonesia sebetulnya bagi saya “menakutkan” apalagi bicara nasionalisme atau patriotisme. Seakan kata itu menjadi barang langka bahkan cenderung elitis dan sakral. Atau malah kamuflase karena banyak yang memanipulasi artinya? Wallahualam.

I See Indonesia, sebuah buku yang menawarkan sesuatu yang soft & light untuk menyudahi “kengerian” membicarakan Indonesia, patriotisme dan nasionalisme. Ada 50-an visual yang dibuat Ayip semenjak 2002 mengenai Indonesia yang dibukukan dan diluncurkan bertepatan dengan peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional Indonesia 20 Mei 2008. Dan buat melaunchingnya, situs  adalah virtual venue yang menjadi tuan rumahnya. Selamat menikmati…dan mudah-mudahan menjadi Merdeka.

ABOUT INDONESIA
I See Indonesia adalah sekumpulan visual mengenai Indonesia yang dibuat oleh Ayip pada kurun 2003-2008 sebagai karya pribadi yang dikerjakannya dalam beragam medium dan gaya. Dikompilasi dalam sebuah buku yang secara perdana diluncurkan online bertepatan dengan peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional Indonesia. Edisi khusus versi cetak dibuat hanya 100 buku dengan isi 53 karya dalam 100 halaman berwarna hitam, merah dan putih.
Karya yang ditampilkan dalam buku ini merupakan respon terhadap Indonesia yang menjadi kebanggaan sekaligus kegelisahannya. Dituangkan dalam bentuk visual yang tipografis, karikaturis, grafis, bahkan fine arts. Dan Ayip lebih senang menggolongkannya sebagai visual arts. Seperti yang disampaikan dalam pengantarnya, karya-karyanya sangat subyektif dan dipenuhi nuansa romantis. Bukunya yang pertama ini didedikasikan untuk para desainer Indonesia dan ADGI.
TENTANG AYIP
Ayip hampir 20 tahun menggeluti dunia visual lewat desain komunikasi visual, kini walau posisinya sebagai creative director di Matamera Communications yang dirintisnya di Bali semenjak 1991, namun ia masih setia berkarya dengan profesi desainer yang dicintainya. Pertemanannya dengan berbagai profesi seni dan kreatif membentuk cakrawalanya dalam dunia seni menjadikan sebuah pemahaman semakin tidak ada batas diantara bidang seni selain sebuah medium kreatifitas untuk berkarya, berekspresi dan mengkontribusikannya untuk kehidupan sosial.
Aktifitasnya dalam dunia desain dan visual tidak hanya ditunjukkan dalam pekerjaan namun ia aktif juga dalam aktifitas lain semisal pameran yang dalam tiga tahun terakhir diikutinya termasuk pameran poster internasional “Light of Hope for Indonesia” Agustus 2005 dan “One Globe One Flag” Agustus 2007 serta pameran seni untuk climate change di GWK Desember 2007. Karyanya bersama tim dari Matamera mendapat beberapa award di ajang Pinasthika Ad Festival.
Beberapa partisipasinya dalam proyek lingkungan yang tengah dikerjakannya adalah kampanye World Silent Day dan Jaringan Ekowisata Desa di Bali. Kini bersama teman-teman lain di Bali membentuk Bali Now! dan bersama BEDO serta asosiasi profesi tengah terlibat dalam program komunitas kreatif di Bali merespon kebangkitan Indonesia melalui industri kreatif. Selain itu aktif menjadi anggota Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) dan Asosiasi Desain Grafis Indonesia (ADGI).

FOREWORD
I See Indonesia
Pengantar Karya Oleh Ayip
Isi buku ini, awalnya adalah koleksi lepasan karya pribadi yang dituangkan suka-suka dalam goresan, foto maupun desain. Membiasakan merespon sesuatu apalagi kejadian barangkali yang melatari hadirnya karya-karya diluar pekerjaan mendesain atau non komersil ini. Bagi saya kebiasaan ini penting sebagai catatan bebas merespon sesuatu lewat kepekaan dan kacamata profesi.
Indonesia, entah apa rasanya bagi saya. Saya menjadi orang Indonesia secara otomatis karena dilahirkan di Indonesia, karena orang tua saya adalah orang Indonesia. Jadi apa rasanya? Saya tidak pernah bergerilya menghunus bambu runcing. Satu-satunya momen yang melekat merasa pertamakali menjadi orang Indonesia adalah upacara bendera di sekolah dasar dulu. Menyanyikan lagu Indonesia Raya, membacakan teks Pancasila dan proklamasi, membacakan teks sumpah pemuda dan menghormat kepada bendera merah putih.
Kegalauan menjadi orang Indonesia justru terjadi ketika melihat kepiluan mendalam merasakan ketidaksempurnaan sebuah bangsa: oknum pemerintahan dan mentalitas bangsa yang korup, kebijakan pemerintah yang tidak strategis, asset bangsa “dicuri” orang, mudah “dibodohi” bangsa lain dan sulit “bangkit” dari keterpurukan. Pada suatu ketika di sebuah perjalanan di negeri orang tiba-tiba mata saya berkaca. Pedih karena tiba-tiba terbesit “negative thinking” merasa bahwa ini barangkali adalah nasib bangsa Indonesia. Atau barangkali suratan? Mudah-mudahan hanya romantisme saja. Dan saya memilih ini adalah nasib karena dengan upaya ia bisa berubah…
Semua yang saya buat disini -dibuat dalam kurun 2002-2008- terutama ditujukan kepada diri sendiri, sebagai pertanyaan, kemungkinan dan andai-andai bahkan “hiburan”. Gambar diri yang ditutup matanya oleh “kain merah putih” yang ditaruh pada halaman utama adalah cermin “Saya Melihat Indonesia” yang tak berjarak. Terbutakan. Dan sangat subyektif. Itulah cerminan semua karya yang tampil bersama dalam buku ini.
Jika akhirnya harus dipublikasikan anggap saja saya merindukan percakapan tentang Indonesia yang “berbeda”, yang dapat menegaskan kembali arti penting kebangsaan bagi kita semua secara “out of
mainstream”. Jika ternyata kegelisahan ini dimiliki oleh banyak orang yang sama seperti saya, Alhamdulillah.
Berpikir tentang kekayaan Indonesia; alam, seni dan budaya, manusia, kreatifitasnya, luasnya dan berjuta potensi lainnya, inilah yang menjadikan ketidaknyamanan melihat kenyataannya. Will I see Indonesia in the bright time? Suatu saat saya ingin tergetar seperti ketika saya mengolah kedahsyatan dan keindahan kata In-do-ne-sia, kekuatan merah-putih dan Burung Garuda serta keragaman gambar Indonesia dalam karya-karya di buku ini. Thanks God I’m Indonesian.
Secara tidak sengaja, buku ini diterbitkan bertepatan dengan peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional Indonesia. Mudah-mudahan menjadi manfaat, inspirasi dan benih untuk kita lebih berarti.
Denpasar Mei 2008

Era Kebangkitan Komunikasi dan Informasi

Informasi adalah produk budaya, sedangkan teknologi adalah ikon di era informasi saat ini. Maka 100 tahun Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) dimaknai sebagai kebangkitan bagi segala aspek dalam kehidupan bangsa ini.
Tidak hanya berkutat pada kebangkitan ekonomi, tetapi juga menjadi kebangkitan budaya. Hal inilah yang diungkapkan Menteri Komunikasi dan Informatika, Muhammad Nuh, sebagai Wakil Ketua Panitia 100 tahun Harkitnas. Berikut petikan wawancaranya:
Apa makna peringatan seabad harkitnas ini?
Intinya ada satu kebanggaan baru atau kepercayaan diri baru dari bangsa yang besar. Sudah saatnya bangsa bangkit bersama, jangan terus terpuruk dalam kondisi yang saling meniadakan. Inilah tujuan dari peringatan 100 tahun Harkitnas. Sebuah momentum yang diharapkan dapat menyadarkan bangsa ini untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya.
Pendekatan yang dilakukan saat ini tak lagi kepada pendekatan parsial, tetapi sudah pada pendekatan yang komprehensif, sehingga semua aspek harus diikutsertakan. Tidak hanya pendekatan politik dan ekonomi, tetapi juga bisa dilakukan melalui pendekatan budaya, dan sebagainya. Mana yang lebih dominan itu yang digunakan.
Keberhasilan 100 Tahun Harkitnas terletak pada partisipasi semua pihak, karena ini akan menunjukkan bahwa masyarakat secara keseluruhan memiliki kesadaran bahwa sebagai suatu keluarga besar, kita memiliki cita-cita mulia yang harus terus diperjuangkan, dengan penuh kehormatan dan kemartabatan.
Apa yang ingin dicapai dari momentum ini bagi Depkominfo?
Seabad kebangkitan nasional ini juga dapat dijadikan momentum untuk menempatkan budaya sebagai landasan berpihak bagi bangsa Indonesia. Salah satu yang berperan penting untuk pencapaian ini adalah informasi, sebagai pemberi edukasi untuk membentuk sebuah karakter baru bangsa Indonesia, yang menciptakan mainset the winner society.
Kebangkitan suatu bangsa itu bisa dilihat dari berbagai perspektif. Dari perspektif teknologi, setiap dekade memiliki ikon teknologi yang sifatnya generic purpose (dibutuhkan oleh berbagai lapisan masyarakat). Kebetulan dekade ini menempatkan ICT (information and communication technology) sebagai ikon teknologi. Sehingga peran IT bukan hanya sebagai pendukung tetapi juga bisa berfungsi sebagai pemungkin, artinya apa saja yang dahulu tidak mungkin menjadi dimungkinkan.
Modal dasar kita untuk menguasai IT sangat kuat, karena yang terpenting dalam dunia ICT di masa mendatang adalah kecerdasan, semangat, dan intelektualitas yang memadai. Dengan penduduk 240 juta, kita memiliki modal sumber daya intelektualitas yang sangat besar, meski masih dalam kapasitas yang sangat beragam. Maka kita akan mendorong momentum kebangkitan nasional ini agar kita dapat meguasai teknologi tersebut dimasa mendatang.
Bagaimana dengan capaian Depkominfo hingga saat ini?
Depkominfo memiliki program yang disebut information accesability untuk membangun information sociaty. Program ini menjadikan informasi dapat diberikan dengan mudah dan diakses pula secara mudah. Untuk mencapai semua itu perlu beberapa syarat, yaitu ketersediaan infrastuktur, keterjangkauan harga, dan kesiapan masyarakat untuk menerima informasi tersebut.
Dengan keragaman geografis kita maka infrastruktur menjadi tantangan tersendiri. Dari 72 ribu desa yang ada, 38 ribu desa belum memiliki jaringan telepon. Tetapi insya allah pada 2010, seluruh desa sudah terhubung. Sementara untuk komunikasi data di 2010semua akses sudah akan tersambung.
Bicara keterjangkauan harga, saat ini kebijakan tarif sudah turun sehingga akses informasi sudah semakin baik. Ada 90 juta orang pengguna HP hingga di seluruh Indonesia, sedangkan internet user sudah 28 juta. Akhir 2008 diharapkan akan mencapai 50 juta, artinya menjangkau 20 % dari populasi kita.
Target kedepannya?
Ke depan kita akan bertarung untuk dapat menciptakan ekonomi kreatif, suatu aktifitas ekonomi yang memanfaatkan modal intelektual yang dapat dikombinasikan. IT memiliki peran besar besar di dalamnya. Sementara komunikasi sebagai alat pemersatu akan lebih dimaknai sebagai sebuah spirit untuk tetap menjaga pandangan, fikiran, dan hati nurani kita untuk bersatu.
(Dikutip dari Majalah TEMPO Edisi Khusus Hari Kebangkitan Nasional 1908-2008)

Daya Saing Harus Ditingkatkan
Peningkatan daya saing bangsa agar bisa memiliki keuggulan kompetitif dan komparatif merupakan salah satu upaya yang harus terus-menerus dilakukan seiring dengan satu abad kebangkitan nasional. Saat ini persaingan menguasai ilmu dan teknologi di bidang informasi dan komunikasi di antara bangsa-bangsa setara dengan nilai perdagangan produk bahan mentah hasil sumber daya alam.
Bangsa kita masih tertingal di sektor tersebut. Karena itu, pengembangan sumber daya manusia (SDM) harus menjadi fokus utama. Rendahnya kualitas SDM di sektor teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Salah satunya disebabkan terbatasnya akses untuk mendapatkan informasi dan masih mahalnya akses untuk komunikasi.
Layanan tersebut masih belum menjadi layanan utama mengingat infrastuktur yang belum merata dan menjangkau seluruh pelosok desa, SDM yang masih terbatas, dan belum munculnya kesadaran memanfaatkan TI secara cerdas.
Karena itu, pembangunan pusat keunggulan (center of excellence) di bidang itu mutlak dilakukan. Lembaga semacam itu akan mendekatkan dinamika TIK ke seluruh lapisan masyarakat.
Dengan demikian, kita tidak semakin tertinggal di bidang itu oleh bangsa lain. Selain itu, yang terpenting adalah menghasilkan tenaga ahli di bidang TIK yang mampu memenuhi kebutuhan pasar lokal, juga mampu bersaing di tingkat global.
Namun, tentunya harus tetap ada aturan supaya kebebasan mengakses TIK dilakukan secara bertanggung jaab. Karena itu, pada Maret 2008 lalu RUU ITE yang bertahun-tahun diperjuangkan akhirnya disahkan menjadi UU.
Kemajuan di bidang itu diharapkan akan menjadi lokomotif perkembangan di segala bidang. Apalagi Presiden meyakini bahwa pada 2030 Indonesia akan menjadi satu dari lima negara maju di dunia. Lembaga keuangan dan konsultasi dunia juga memberikan prediksi Indonesia akan menjadi satu dari tujuh besar dunia sebelum 2015. Itu tentu membutuhkan kerja keras dari kita semua.
(Dikutip dari Media Indonesia, Rabu, 21 Mei 2008/No. 9981/Tahun xxxix)

Saatnya Berani Berkata: Indonesia Bisa!
Momentum peringatan 100 tahun kebangkitan nasional diharapkan dapat menjadi pemicu semangat bangsa ini untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya.
Membebaskan diri dari keterbelakangan adalah salah satu semangat yang tertanam dalam nilai-nilai yang diperjuangkan para pemuda melalui wadah organisasi Boedi Utomo, 20 Mei 1980. “Mutiara” yang diperjuangkan para pendahulu kita itu memiliki daya perekat jalinan persatuan dan kesatuan di antara kekuatan dan komponen bangsa.
Nilai persatuan dan kesatuan itu semakin mengkristal dan menjadi kekuatan moral bangsa seperti yang tertuang dalam ikrar “Soempah Pemuda” pada 28 Oktober 1928. Perjuangan panjang mengejar ketertinggalan dan lepas dari belenggu penjajah itu bermuara pada Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Bangsa Indonesia bersepakat bahwa kemerdekaan yang diperoleh melalui perjuangan panjang itu harus tetap dipertahankan, dipelihara, dan dijaga. Dalam kurun 63 tahun perjalanannya, berbagai macam ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan masih saja terjadi. Apalagi di tengah perkembangan global yang apabila di tengah diantisipasi dapat mengikis nilai-nilai kebangsaan.
Itu sebabnya, jiwa dan semangat Kebangkitan Nasional menjadi penting untuk terus digelorakan kepada segenap komponen bangsa agar terbangun semangat nasionalisme, untuk memperkokoh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Nah, pada peringatan Harkitnas yang tahun ini genap berusia 100 tahun, semua komponen dan kalangan masyarakat diharapkan menjadikannya sebagai suatu momentum awal yang baru untuk memasuki Kebangkitan Nasional pada tahun-tahun berikutnya. Momentum ini diharapkan dapat diisi dengan berbagai kegiatan dan aktivitas yang dilakukan oleh seluruh komponen bangsa dari pusat sampai daerah.
Itu sudah seratus tahun lewat. Namun, keingina untuk lepas adari ketertinggalan hendaknya tidak pernah kendur hingga hari ini. Mohammad Nuh, Menteri Komunikasi dan Informatika, yang juga Wakil Ketua Panitia Nasional Peringatam 100 tahun Harkitnas, mengatakan, “Momentum ini sangat penting untuk membangun spirit. Jika ingin bergerak untuk terus maju, bangsa ini harus harus pandai menjaga momentum, dengan memperkecil berbagai unsur yang saling meniadakan, yang dapat membuta bangsa ini bergerak dari titik nol. Seperti di satu sisi mencerdaskan yang lain memperbodoh.”
Lebih jauh M. Nuh juga mengemukakan, sebisa mungkin yang merusak jangan lebih besar dari yang membangun. “Maka kita harus mendorong agar elemen-elemen yang ada sama-sama bergerak, dengan tujuan yangs ama untuk membangun bangsa. Ini bisa dilakukan jika kepentingan bangsa diletakkan diatas kepentingan pribadi, golongan, dan sebagainya. Momentum ini kita siapkan untuk 20 tahun ke depan. Maka yang banyak kita libatkan adalah anak-anak muda karena merekalah simbol kita di masa mendatang”. Tujuan peringatan 100 tahun Harkitnas ini adalah untuk menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran dan semangat juang masyarakat, memperkuat kepribadian bangsa, memperkokoh nilai-nilai budaya bangsa, mempertebal rasa harga diri dan kebangsaan nasional, serta mempertebal rasa persatuan dan kesatuan bangsa dalam mewujudkan Indonesia yang damai, adil, demokratis, dan sejahtera.
“Indonesia Bisa!”, yang dicanangkan sebagai slogan 100 tahun kebangkitan nasional, tentunya memiliki makna filosofis yang dalam. Selama ini, harus diakui banyak capaian dan prestasi yang ditorehkan dalam berbagai bidang dan sektor pembangunan,
    namun
visit indonesia alt=”visit indonesia year 2008″ /
harus pula disadari bahwa ketertinggalan negeri ini dari percepatan negara-negara lain,masih ada. Berbagai bidang kemajuan yang telah kita peroleh, diharapkan mampu menjadi motivasi bagi seluruh komponen bangsa untuk senantiasa bangkit bersama-sama dalam mengisi kemerdekaan sesuai dengan porsinya.

Jadi, peran serta bagi seluruh elemen masyarakat dalam memanfaatkan momentum peringatan 100 tahun Harkitnas ini, yang hanya datang satu kali, harus terus ditingkatkan. “Kini sebuah momentum yang diharapkan dapat menyadarkan bangsa ini untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi selurh rakyatnya. Keberhasilan 100 Tahun Harkitnas terletak pada partisipasi seluruh rakyatnya. Keberhasilan 100 Tahun Harkitnas terletak pada partisiasi semua pihak, karena ini akan menunjukkan bahwa masyarakat secara keseluruhan memiliki kesadaran bahwa sebagai suatu keluarga besar, kita memiliki cita-cita mulia yang harus terus diperjuangkan, dengan penuh kehormatan dan kemartabatan,” kata M. Nuh.

Bangkit Indonesia !!!!!!!

Posted: May 30th, 2008 by ai_wa_secret
Salah satu kelebihan Kaum Yahudi dibandingkan umat-umat lainnya adalah kebanggaan mereka terhadap perjalanan sejarah kaumnya sendiri.
Berabad silam, di tahun 1118 Masehi, tatkala Knights Templar dibentuk dan memulai penggalian di bawah pondasi kompleks Masjidil Aqsha dengan keyakinan bahwa The King Solomon Treasure terpendam di bawah situs bersejarah milik umat Islam, upaya ini dilanjutkan dari generasi ke generasi sampai dengan detik ini, melewati lebih dari Sembilan abad, walau apa yang dicari belum pernah ditemukan! Umat Yahudi adalah umat yang patut diberi acungan jempol soal kebanggaan mereka terhadap sejarahnya.
Bagaimana dengan umat Islam? Di sinilah salah satu kelemahan kita yang paling akut. Umat Islam memorinya sangat singkat dan sangat mudah terhapus sehingga kejadian yang baru saja berselang tak lama kemudian begitu cepat terlupakan. Dan parahnya, penyakit lupa sejarah ini tidak saja menghinggapi tingkat akar rumput, namun juga diderita oleh para pemimpinnya atau orang-orang yang mengaku sebagai tokoh umat.
Salah satu kasus yang paling baru adalah berita yang mengutip dari salah seorang tokoh umat Islam bahwa tahun 2008 ini merupakan 100 tahun Kebangkitan Nasional. Hal ini tentu berangkat dari pemahaman bahwa Kebangkitan Nasional Bangsa Indonesia terjadi pada tahun 1908. Apalagi jika bukan pendirian organisasi Boedhi Oetomo (BO) pada 20 Mei 1908 yang dimaksud. Kenyataan ini sungguh-sungguh memilukan.
Adakah mereka tahu bahwa BO sama sekali tidak pernah mencita-citakan Indonesia merdeka? Adakah mereka paham bahwa BO tidak berdiri di atas paham kebangsaan, melainkan paham chauvinistis sempit di mana hanya orang Jawa dan Madura yang boleh menjadi anggotanya? Adakah mereka tahu bahwa BO sama sekali tidak menghargai bahasa Melayu sebagai bahasa asal dari bahasa Indonesia karena di dalam rapat-rapat resmi maupun di dalam anggaran dasar maupun anggaran rumah tangganya BO mempergunakan bahasa Belanda?
Adakah mereka tahu jika BO mendukung status-quo yang berarti mendukung penjajahan Belanda atas Bumi Pertiwi ini? Adakah mereka tahu jika para tokoh BO merupakan tokoh-tokoh Freemasonry bentukan Belanda yang gemar mengadakan ritual memanggil setan di loji-loji mereka?
Jelas, tanggal pendirian BO sama sekali sangat tidak pantas dan tidak berhak dijadikan momentum Hari Kebangkitan Nasional! Karena BO memang tidak pernah mencita-citakan itu. Dijadikannya berdirinya BO sebagai momentum Hari Kebangkitan Nasional merupakan salah satu warisan rezim terdahulu yang wajib direformasi dan dihapus dari buku-buku sejarah Indonesia. Seorang pemimpin harus berani mengatakan putih itu putih dan hitam itu hitam. Jika tidak berani, maka namanya bukanlah pemimpin melainkan ‘Pak Turut’.
Kebangkitan Nasional Sesungguhnya
Sebenarnya sudah teramat banyak artikel yang mengupas tentang hal ini. Hanya mereka yang malas membacalah yang tidak mengetahui bahwa berdirinya Syarikat Dagang Islam (SDI) tiga tahun sebelum BO, jadi di tahun 1905, yang patut dijadikan Hari kebangkitan Nasional. Karena SDI yang kemudian menjelma menjadi Syarikat Islam (SI) adalah organisasi bangsa Indonesia dari Sabang hingga Merauke (bukan hanya Jawa dan Madura seperti halnya BO) yang pertama kali yang berhasil menghimpun semua anak bangsa dan mencita-citakan Indonesia merdeka.
Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga SDI dan kemudian SI memakai bahasa melayu sebagai bahasa asal Bahasa Indonesia. Demikian pula di dalam rapat-rapat resminya, organisasi ini mempergunakan bahasa melayu dan diharamkan mempergunakan bahasa Belanda karena dianggap sebagai bahasa kaum penjajah.
Bagi yang belum pernah mendengar hal ini (kasihan sekali) silakan cari sendiri di berbagai situs yang telah memuat banyak artikel tentang hal tersebut. Sejumlah buku-buku pun sudah memaparkan hal ini.
Jangan Lestarikan Yang Salah
Salah satu amanah reformasi adalah pelurusan dan pemurnian sejarah. Dan tokoh-tokoh yang kini berada di lingkaran elit kekuasaan harusnya memenuhi amanah ini. Apalagi Kebangkitan Nasional yang sesungguhnya itu, di tahun 1905, adalah juga kebangkitan organisasi Islam pertama di Nusantara. Umat Islam wajib membanggakan hal itu dan berjuang sekuat tenaga agar seluruh bangsa Indonesia mengetahuinya.
Adalah sangat memilukan jika umat Islam sendiri, apatah lagi tokoh-tokohnya, mengabaikan hal itu dan meneruskan kebohongan sejarah yang mendiskreditkan sejarah Islam Nusantara sendiri kepada generasi penerus bangsa ini. Janganlah mewariskan sesuatu yang salah. Katakanlah yang benar, walau kebenaran itu belum tentu manis rasanya.(rizki)


Mengenai Saya

Foto saya
orangnya selalu menyenangkan........????